Total Tayangan Halaman

Rabu, 01 Desember 2010

PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN IPTEK

A.    PENDAHULUAN
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur. [1]
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.[2]
Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan  Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.
Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.  Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.

B.     PEMBAHASAN
a.      Hubungan agama dengan Iptek
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method)[3]. Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari[4].  Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek [5]. Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana)[6]. Dalam Al Qur’an  surat Ali Imron ayat 190 – 191 yang berbunyi :
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ   tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ  
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

Dari ayat diatas menjelaskan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dipelajari dan dimiliki.  Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga)   jenis paradigma :[7]
Pertama,paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan .Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan  tuhannya.  Agama tidak  mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis[8]. Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentanganpertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri[9].  Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara   ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek.
Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits-- menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia[10].
  Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) :  “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Qs. Al-Alaq [96]: 1).  Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam[11].
Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 M - 1400 M[12]. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi[13].

b.      Peranan Islam Dalam Iptek
1.      Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.  Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya  paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya[14]. Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan  seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath- Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini[15].  Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu.
Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin [16].
2.      Syariah Islam harus dijadikan Standar Pemanfaatan Iptek
 Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.  Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan”(Qs. an-Nisaa` [4]: 65).  “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain- Nya”(Qs. al-A’raaf [7]: 3).[17]  Sabda Rasulullah Saw:  “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak” [HR.Muslim].
 Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama[18].
Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama.[19] Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya[20].  Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.[21]

c.       Perlunya Integrasi Pendidikan Iman,Takwa,dan IPTEK
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalah gunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
 Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan[22].  Dalam Q.S. An-Nur:39 Allah swt berfirman :
tûïÏ%©!$#ur (#ÿrãxÿŸ2 öNßgè=»uHùår& ¥>#uŽy£x. 7pyèÉ)Î/ çmç7|¡øts ãb$t«ôJ©à9$# ¹ä!$tB #Ó¨Lym #sŒÎ) ¼çnuä!$y_ óOs9 çnôÅgs $\«øx© yy`urur ©!$# ¼çnyZÏã çm9©ùuqsù ¼çmt/$|¡Ïm 3 ª!$#ur ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÌÒÈ  
39. dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya[1042]. yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan.
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa, Kemajuan dalam semuanya itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu.[23]
 Maka integrasi imtak dan iptek harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia (hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan. Firman Alllah swt Q.S. Al-Baqarah :201;
Oßg÷YÏBur `¨B ãAqà)tƒ !$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# ÇËÉÊÈ  
201. dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".

Ada berbagai  alasan umat Islam untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) :
1.      Ilmu  pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.
2.      Degara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam.
3.      Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri[24].

C.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukan standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.
Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak firman-Nya:“Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. al-A’raaf [7]: 96).
Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Kemajuan IPTEK sangat berdampak bagi kehidupan manusia didunia. Sebagai generasi muda penerus bangsa sudah selayaknya kita belajar untuk menggunakan dan memanfaatkan Ilmu pengetahuan dan teknologi sebaik mungkin namun tetap berdasar aturan-aturan Agama Islam. Sudah semestinya kita bersatu menguasai IPTEK agar tidak kalah dengan bangsa lain itu. Namun, tetap saja, jika kita telah mendapatkan IPTEK, segeralah imbangi diri anda dengan Iman dan Taqwa.

                                                                                                                             












DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dkk, Islam dan Ilmu Pengetahuan , ( Bangil, Al-Izzah, 1999)
Abdul Qadim Zalum, Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil, Menerapkan dan Menyebarluaskannya,(Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 2001)
Abdurrahman Al-baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khalifah Islam, (Bangil, Al-Izzah, 1996)
---------------------, Al-Qur’an Mukjizat Yang Abadi: Jurnal Al-Ihsan. Vol I. No. 1. Januari, (Jakarta, Lembaga Kajian dan Pengembangan  Al-Ihsan)
Agus Bustanudin, Pengembangan Ilmu –Ilmu Sosial: Studi Banding Antara Ilmiah dan Ajaran Islam, ( Jakarta, Gema Insani Press, 1999
A. Charis Zubair,  Etika  Rekayasa Menurut Konsep Islam,     (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,1997).
An-Nabhani, Nizham Al-Islam,(  Hizbut Tahir, 2001 )
Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Max (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis, (Yogyakarta, LKiS, 2000).
Bahreis Hossein, Menengok Kejayaan Islam, ( Surabaya, PT Bina Ilmu , 1995)
Budi Winarno,  Globalisasi Wujud      Imperialisme Baru, ( Yogyakarta, Tajidu Press, 2004)
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah
Eugena  Myers, Zaman  Kejayaan Islam  Para Ilmuan Muslim dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Barat (Arabic Thought and Western World in The Golden Age of Islam) Alih bahasa M.M el-Khoiry, (Yogyakarta, Fajar Pustaka Baru, 2003)
Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang  Hakekat Ilmu,      ( Jakarta, PT. Gramedia, Cetakan  X,1992)
--------------,  Ilmu Dalam Perspektif moral, Sosial, dan  Politik,   ( Jakarta: PT. Gramedia, 1986 )
M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah :Dari  jabir Hingga Abdus Salam, (Bandung, Penerbit Mizan, 1992)
Mohammad Shohibul Iman, "Perlunya Islamisasi Sains", Prosiding Seminar Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, ISTECS, Jakarta 1996.
Mulyanto, “Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan", Prosiding Seminar Islamisasi IlmuPengetahuan dan Teknologi, ISTECS, Jakarta 1996.
RA. Gunadi & M. shoelhi, Khasanah Orang Besar Islam  dari Penakluk Jerussalem Hingga Nol, (Jakarta, Penerbit Republika, 2003)
Syeichul Hadipermono,  Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika,(Surabaya, wali Demak press, 1995
Yahya Fargal Hasan, Pokok Pikiran Tentang Hubungan  Ilmu Dengan Agama : Dalam Abdul Hamid Abu Sulaiman  Permasalahan Metodologis dalam Pemikiran Islam, (Jakarta, Media dakwah, 1990)
Ziauddin Sardar, Masa Depan Islam,( Bandung, Pustaka, 1987)


[1] Ahmad dkk, Islam dan Ilmu Pengetahuan , ( Bangil, Al-Izzah, 1999)hal  56
[2] RA. Gunadi & M. shoelhi, Khasanah Orang Besar Islam  dari Penakluk Jerussalem Hingga Nol, (Jakarta, Penerbit Republika, 2003) hal 78
[3] Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang  Hakekat Ilmu,      ( Jakarta, PT. Gramedia, Cetakan  X,1992) hal. 123
[4] Jujun S Suriasumantri,  Ilmu Dalam Perspektif moral, Sosial, dan  Politik,   ( Jakarta: PT. Gramedia, 1986 ) hal. 43
[5] Agus Bustanudin, Pengembangan Ilmu –Ilmu Sosial: Studi Banding Antara Ilmiah dan Ajaran Islam, ( Jakarta, Gema Insani Press, 1999 ) hal . 120
[6] An-Nabhani, Nizham Al-Islam,(  Hizbut Tahir, 2001 ) hal 34
[7] Yahya Fargal Hasan, Pokok Pikiran Tentang Hubungan  Ilmu Dengan Agama : Dalam Abdul Hamid Abu Sulaiman  Permasalahan Metodologis dalam Pemikiran Islam , (Jakarta, Media dakwah, 1990) hal . 99 - 119
[8] Ibid, hal 112
[9] Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Max (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis, (Yogyakarta, LKiS, 2000) hal 110.
[10] An-Nabhani, Op Cit, hal  85
[11] Bahreis Hossein, Menengok Kejayaan Islam, ( Surabaya, PT Bina Ilmu , 1995) hal 81.
[12] M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah :Dari  jabir Hingga Abdus Salam, (Bandung, Penerbit Mizan, 1992) hal 76
[13] Eugena  Myers, Zaman  Kejayaan Islam  Para Ilmuan Muslim dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Barat (Arabic Thought and Western World in The Golden Age of Islam) Alih bahasa M.M el-Khoiry, (Yogyakarta, Fajar Pustaka Baru, 2003) hal 205
[14] Abdurrahman Al-baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khalifah Islam, (Bangil, Al-Izzah, 1996) hal 12
[15] Abdurrahman Al-Baghadadi, Al-Qur’an Mukjizat Yang Abadi: Jurnal Al-Ihsan. Vol I. No. 1. Januari, (Jakarta, Lembaga Kajian dan Pengembangan  Al-Ihsan) hal 104-114
[16] Abdul Qadim Zalum, Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil, Menerapkan dan Menyebarluaskannya,(Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 2001) hal 112
[17] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah
[18] Budi Winarno,  Globalisasi Wujud      Imperialisme Baru, ( Yogyakarta, Tajidu Press, 2004) hal 62.
[19] A. Charis Zubair,  Etika  Rekayasa Menurut Konsep Islam,     (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,1997) hal 106.
[20] Syeichul Hadipermono,  Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika,(Surabaya, wali Demak press, 1995) hal 74
[21] Ziauddin Sardar, Masa Depan Islam,( Bandung, Pustaka, 1987) hal 53
[22] Mohammad Shohibul Iman, "Perlunya Islamisasi Sains", Prosiding Seminar Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, ISTECS, Jakarta 1996.
[23] Departemen Agama, Op Cit.
[24] Mulyanto, “Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan", Prosiding Seminar Islamisasi IlmuPengetahuan dan Teknologi, ISTECS, Jakarta 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut