Total Tayangan Halaman

Rabu, 01 Desember 2010

TANGGUNG JAWAB NEGARA BAGI PENDIDIKAN SI MISKIN

Pendidikan pada fitrahnya adalah hal setiap orang untuk mendapatkannya, terlepas apakah seseorang tersebut memiliki kemampuan ataupun tidak. Terutama pendidikan dasar dan menengah. Bahkan dalam Undang-undang jelas disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Sehingga pendidikan bagi setiap warga negara adalah hak mutlak dan negara harus menjamin keberlangsungan pendidikan bagi setiap warga negara tersebut, khususnya pada jenjang pendidikan dasar.
Diskursus tentang pendidikan tidak hanya terbatas pada tersedianya ruang pendidikan (sekolah), pendidik, bahan ajar, namun penciptaan suasana pendidikan yang kondusif merupakan instrument yang penting dalam proses pendidikan itu sendiri. Dalam hal tertentu, Dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pendidikan agar lebih bermutu, sebagai pelaksanaan dari UUD 1945 pasal 31 ayat 3, 4, dan 5, pemerintah telah mengeluarkan anggaran untuk pembiayaan pendidikan berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS), peningkatan sarana dan prasarana sekolah serta bantuan pendidikan khusus anak miskin.
Dengan pembiayaan pendidikan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa lembaga pendidikan baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, yang telah mendapatkan bantuan pengembangan sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan yang standar sebagaimana yang disyaratkan oleh Badan  Nasional Standar Pendidikan (BNSP).
Persoalannya muncul manakala disisi sarana prasarana sekolah telah diupayakan memenuhi standar namun warga belajar khususnya di daerah yang berada di kantong-kantong kemiskinan mengalami deraan kemiskinan dan keterbelakangan yang cukup mengganggu proses pendidikan yang diselenggarakan lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta. Siswa yang berlatar belakang keluarga miskin mayoritas dapat diidentifikasikan memiliki problem : Pertama, bahwa siswa tersebut kebanyakan juga memiliki orang tua yang tidak memiliki orang tua yang sanggup memberikan dukungan penuh, baik penciptaan suasana belajar dirumah, motivasi, bimbingan belajar, serta sarana peningkatan belajar siswa secara mandiri. Kedua, Siswa tersebut tidak mendapatkan perhatian yang penuh dari orang tua untuk peningkatan pembelajarannya, karena mayoritas orang tua telah sibuk dan cukup lelah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketiga, Siswa tidak mendapatkan lingkungan keluarga yang cukup mendukung dan tertib untuk peningkatan prestasi belajarnya. Keempat, siswa tidak mendapatkan nutrisi dan gizi yang cukup untuk mendukung aktifitas  belajarnya. Sehingga berangkat dari keluarga miskin pada umumnya melahirkan keluarga miskin di masa mendatang, karena genarasi dikalangan keluarga miskin tidak mampu mendapati dukungan pendidikan yang penuh dari keluarga sehingga tidak dapat menikmati fasilitas pendidikan secara maksimal.
Dari keempat problem social pendidikan yang dihadapi siswa miskin tersebut akhirnya mayoritas siswa miskin tidak memiliki prestasi pendidikan yang sama bila dibanding dengan siswa yang berlatar belakang ekonomi menengah ke atas. Walaupun ada bebarapa siswa yang memiliki kemampuan lebih prestasi pendidikannya yang memiliki berlatar belakang keluarga miskin. Hal ini didukung oleh bakat kecerdasan dan intelegensia yang dimilikinya sejak lahir.
Maka kemiskinan melahirkan kemiskinan dan terus berlanjut karena secara strukturan terbangun kondisi yang sedemikian rupa sehingga kalangan miskin tidak mampu keluar dari jerat kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan menimbulkan adanya problem sosial yang kronis dan krusial di dalam masyarakat, yakni kesenjangan ekonomi. Secara kasat mata, kita bisa melihat betapa kesenjangan ekonomi terus melebar dari tahun ke tahun. Kesenjangan ekonomi antara golongan masyarakat kaya dan kelompok masyarakat miskin demikian nyata dan sulit dijembatani. Fakta kesenjangan ekonomi ini kemudian melahirkan apa yang disebut social deprivation, yang lazim diartikan sebagai perception that one is worse off relative to those with whom one compares oneself (David Myers, 1998).

Sekolah Berasrama bagi Si Miskin
Banyaknya problem yang dihadapi oleh siswa miskin sehingga siswa kurang mampu berkompetisi secara wajar dengan siswa yang berlatar belakang keluarga menengah ke atas, maka dalam rangka memberikan pendidikan yang layak bagi warga negara, maka negara perlu untuk menyediakan sekolah yang terpadu bagi si miskin. Sekolah yang perlu diciptakan oleh negara adalah yang mampu menciptakan suasana kondusif dalam pembelajaran baik di waktu pembelajaran berlangsung maupun di luar pembelajaran.
Sekolah  berasrama merupakan pilihan yang sangat mungkin dilakukan oleh pemerintah untuk penyediaan fasilitas pendidikan bagi anak miskin. Dengan adanya sekolah model tersebut setidaknya siswa yang berlatar belakang keluarga miskin akan mendapatkan Pertama, perhatian dan motivasi serta bimbingan belajar yang cukup dari para guru pembimbing. Kedua, Kondisi yang kompetitif dalam belajar sehingga siswa miskin dapat turut berkompetisi dengan siswa keluarga menengah ke atas, Ketiga, Siswa akan mendapatkan sarana dan fasilitas yang mendukung dalam pembelajaran, Keempat, Siswa akan mendapatkan nutrisi yang mendukung kebutuhan tubuh dalam pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut